Sunday, May 16, 2010

Tanggalnya Sebuah Aurora

Oleh: Rangga Umara

Ingatkah waktu itu? kita gelung jemari asing di pelukan bulan, sambil menggantung tujuh aurora diantara arakan awan..

“aku ingin melukis wajahmu di salahsatu aurora itu
agar aku selalu melihatmu bila malam tiba, atau
jika satu masa waktu membawamu jauh dariku” katamu.

Aku hanya diam, mengamati pijak angin melambaikan satusatu rambutmu. Dan, lalu berkata:
”Aku ingin meneguk aurora yang berkejaran dibalik kejap matamu, agar kau selalu ada dalam tiap jengkal ingatanku”.

**************
Disatu waktu, kelabu awan mengubur bulan dan aurora di perut malam, tangan takdir menyalib semua kisah pada kaki langit, pada sunyi lembah-lembah, sekaligus meluruti semua asa yang lama kita semai. Setelah itu, kita lebih sering menyulam luka yang menganak di rahimrahim mata, dan menakar jejalan pilu di beranda rumah kelabu

Aku hanya punya seutas keyakinan, jika berhenti berharap
berarti tak satupun arti hidup dapat kupetik.

Dalam hati aku terus bertanya, haruskah aku mencari aurora yang tanggal di tumit-tumit malam? atau diam membiarkan itu semua menjadi dongeng para nelayan yang sedang rebah ditepi-tepi pantai? Sedang apa yang kita alami, itulah yang akan kita tangisi.

Diantara sunyi senja dan fajar, tubian kelembak tubuhmu mengetuk-ngetuk pintu tua ketika aku lelah menggerai peluh diawal tidurku..

Cintaku ! haruskah aku melukaimu lagi dengan belati rindu sebelum waktu menghirup tubuhmu dari kelopak mataku? Aku tahu, begitu juga denganmu; tangan kita bukan pencipta keajaiban ruang dan waktu. Namun, haruskah kita menyerah? Sedang matahari kerap tak patuh pada geseran jarum jam yang menggantung di dinding-dinding rumah.

Tiada lebih indah selain ketika dulu kau nyalakan layar membentang diujung biduk cinta, sebelum leluhur meyakini guratan cakra pada kedua telapak tangan kita.
Tiada lebih indah selain ketika kau tadahi bidik mataku bersambut binar matamu.


Cintaku
Ingin ku sibak kepingan awan di punggung dukamu
Sebelum hujan larut kembali di tungku matamu
Ingin ku cari kembali tujuh aurora kita yang telah hilang
Sebelum langit menenggak sisa senyumu di buritan malam

Bandung 16 Mei 2010

No comments:

Post a Comment