Thursday, July 26, 2018

Cenayang

catatan di ponselku:
Derak pagar terdengar cukup miris. Di mana anak ibu ini berada sekarang? Kuinjak pedal gas pelan-pelan dan memastikan semua kaca tertutup rapat. Debu-debu jalan berhamburan Bagai laron. Aku sendiri. Yah sendiri. Terik kota seolah melehkan tubuhku. Di manakah ini? Aku sbagai amnesia tak berdosa menyusri jalan-jalan tanpa nama, tanpa gang, pembatas dsb. Hey, ini dia! yah, warung kecil ini tempatku dulu minum kopi. kutepikan mobilku, namun tiba-tiba tubuhku gemetar, gemetar terus gemetar. Apa yang terjadi? para cenayang sedang berpesta dengan kekasihnya masing-masing. kuraih pistol yang tergeletak di jok sebelah dengan tangan gemetar. Inilah sisi gelapku? Tidak! Jangan bawa aku ke duniamu. Jangan benam aku dilembahmu! Biarkan mereka tertawa sekaligus dengan tangisnya sendiri. Masih dengan tubuh gemetar, mobilku melaju lebih cepat. tak kuhiraukan apa kulihat dan kudengar diluar sana. di benakku masih tertanan wajah-wajah para cnayang tadi. seluruh tubuh basah oleh keringat yang terus tumbuh dari lubang pori-pori.
Tibalah kali ini di sebuah tikungan kelapa dua, di depan sana berjejr orang-orang berpakain serupa. seseorang melambai-lambakan tangannya memintaku untuk berhenti.

''Selamat siang, pak.''

''Siang''

''kenapa bapak mengendarai sambil memegang senjata? Tolong surat-suratnya sekaligus surat ijin senjata anda''. Pinta polisi berkumis tebal tanpa menunggu jawabanku.

Sejenak ku menoleh ke jok belakang mencari di mana ransel kecil tempat menyimpan barang-barangku.

Astaghfirulloh... Tasku ternyata tertinggal di tempatku menginap.