Sunday, December 9, 2012

Surabaya dan Rindu

orangorang itu berbicara mesra, tenggelam dalam ramainya lampulampu kota. Aku terhenti. Di sinilah malam pernah berlalu dengan mesra. Kita duduk di emperan, trotoar, menikmati nasi goreng dan ganasnya malam surabaya. Kita melepas waktu seperti biasa, seolah tragedi dunia hanya mitos saja, bahkan menertawakannya, seperti ketika aku muntahmuntah karena segelas Es te emje produk kakilima. Kamu terkekeh sambil menepuk pundakku. aku menatapmu seperti orang yang tak pernah kutinggalkan. Aku bahagia meski sekarang tanpa kabar apa apa.

Monday, October 1, 2012

Secanting Cahaya


O, malam yang membutakan segalanya

Tibalah Purnama memetakan segala rahasia.

Ketika kealpaan terikat bagai jaring labalaba

Lahirlah bocah kecil dengan canting di tangannya

dunia tibatiba belia, waktuwaktu jadi perawan

Ketiak ia tuangkan secanting cahaya dari sorga

O, kekasih dari segala kekasih

Sekian lama kugiring rindu pada negri yang

tak pernah kutahu di mana ia bersarang,tempat para nabi tertanam.

Muhammad! Berfosillah namamu di dadaku.

.

Sunday, August 26, 2012

Jejak

Pada setiap langkah yang terlepas, ingin kucipta jejak paling berarti bagimu, lalu, lahirlah hanya nama kita di waktu-waktu terasing sekali pun

Saturday, August 11, 2012

Kota 32+1

lama aku menantimu, hingga
bulan pecah di ujung purnama
Kekallah ia yang punya segala keindahan
Menangislah ia yang taksempat berenang di mata kekasihnya
Musimmusim tiba tanpa penanda
Bagai kreta tanpa persinggahan.
Kosong
lukaluka mengutukku, bernyanyi
dilalap kobaran birunya langit, sepi
begitu dingin, mengabarkan tentang
kota mati dan kealpaan tubuhmu.

Berilah aku kepastian sekali saja,

sayupsayup angin berbisik.
Aku hanya diam. Geming
Kreta itu melengking teramat kelam
Melepas slubung waktu yang tertinggal
Tanpa lagu, tanpa bisikan, tanpa
gelas anggur peninggalanmu
sekaratlah tubuh sunyi yang tertinggal.

Usah melukai jantungmu. Kedatangan
adalah impian, kepergian adalah sebuah jalan.

Burungburung berlabuh seperti kurcaci
Sementara kebersamaan segera lepas
bersama gesekan biola. Kotaku dan kotamu
mati, dan tiada.

Thursday, May 10, 2012

Betapa sunyi pengembaraan menujumu


I.

Matilda, nama dari tanaman, atau batu, atau anggur,

dari yang dilahirkan bumi,

dan kekallah kata milik ia yang subuhnya beranjak,

ia yang musim panasnya meretaskan kemilau jeruk-jeruk sitrun.

Di dalam nama itu perahu-perahu berlayar

dikepung kobaran biru lautan,

dan huruf-hurufnya adalah air sungai

yang mengaliri hatiku yang terbakar.

O nama yang telanjang di bawah rambatan daun anggur

bagai pintu terowongan tak dikenal

menuju keharuman dunia!

O serbu aku dengan mulutmu yang membara

tanyai aku, jika mau, dengan sepasang matamu yang malam,

tapi di dalam namamu, biarkan aku berlayar dan tidur.

II.

Cintaku, betapa panjang jalan menuju sebuah ciuman,

betapa sunyi pengembaraan menujumu!

Bersama hujan kita ikuti kereta-kereta itu meluncur.

Tak ada fajar di Taltal, tak juga musim semi.

Tetapi kau dan aku, cintaku, kita bersama,

dari pakaian hingga akar kita bersama,

bersama di musim gugur, di dalam air, di pangkal paha,

hingga kita benar-benar bersama, hanya kau, hanya aku.

Memikirkan upaya sungai yang membawa

begitu banyak batu, delta perairan Boroa,

memikirkan kita yang terpisah oleh kereta dan bangsa

kau dan aku hanya harus saling mencintai,

dengan seluruh kebingungan, para lelaki dan perempuan,

bumi yang menanam pohon-pohon anyelir dan merekahkan mereka.

Pablo Neruda

Monday, April 23, 2012

Kembali

jika kepergianku tak meninggalkan gema, maka
kebenaran itu tetap ada, meski
kerikil kehidupanku akan bertebar rata ke muka bumi, sekalilagi
aku akan hadir di hadapanmu, demi suara
yang lahir kembali tanpa batas ruang dan waktu.
jika ada seberkas keindahan yang belum terungkap, maka
akan kuberi engkau pertanda bahwa akulah dia,
pembawa kisah yang terlupakan.

Friday, March 30, 2012

Wanita Dalam Lukisan

Hari ke 2 di Masjid Jami' alun-alun bangkalan. Kali ini aku sendiri, tenggelam dalam kebisuan panjang, sembari mengenang masa kanak-kanakku. Kala itu ada pria kecil, bolak-balik ke masjid ini, pamit sebentar dari pesantrennya untuk pergi melawan penyakit tipus yang lama bersarang di tubuhnya. Lain kali, kalau mau berobat, ajaklah orang tuamu, kata dokter lucas, usai menyodorkan selembar kertas resep obat. Ah, dasar dia tidak tahu kalau orang tuaku berada di kota jauh sana, gumamnya. Pria kecil itu tak pernah menangis atau mengeluh, meski sering ia ingin sejenak berlari dari penyakitnya. Namun kali ini tiba-tiba ada yang mengambang di sudut matanya, keremangan rahasia tuhan ia idap sejak mulai usianya belia. Satu waktu ia menulis surat buat ibunya,''Ibu, mintakan aku pada Tuhan, agar aku mati lebih cepat'', namun, Ibunya melarangnya, dengan alasan, siapa nanti yang akan melindungi wanita dalam lukisanmu? Hidup ini bagai berlarung dengan sebuah gondola . suka tidak suka, mujur tidak mujur, kuat tidak kuat, kita harus terus mengayuhnya.

Ia tersenyum. Ternyata Ibunya masih ingat tentang lukisan yang ia tunjukkan pada suatu pagi.

Hari jum'at adalah hari surga, ketika fajar menyingsing, ia laksana bayi lelap dalam dekapan ibunya, karena semua aktivitas pesantren tidak ada pada hari itu. Ketika teman-teman yang lain pergi bermain bola, pria kecil itu memilih berteduh di bawah pohon mangga dekat pesantrennya. Seperti biasa, ia keluarkan lukisan kecil dari balik bajunya lalu memandangnya penuh hayat. Dia yang kelak menemaniku di surga, ujarnya lirih. Wanita ayu dalam lukisan itu membalasnya dengan senyum.

Pria kecil itu kemudian melepas pandangannya ke arah lain, menghinggapkan pandangannya pada sebuah tulisan yang pernah ia tulis dengan duri carang di pohon kaktus yang tumbuh bagai taman surga di sekitarnya,

Aku ingin jadi tuhan, agar aku bisa menciptakan banyak hamba. Ah, tidak! Sebab aku tak pintar bikin wahyu.

Aku ingin jadi nabi, agar aku banyak umat. Ah, tidak! Sebab aku tak pernah menerima wahyu

Tuhan, kelak aku akan hadir menjadi jawab pada setiap pertanyaan, dan, ada pada setiap ketiadaan.

Pria kecil itu selalu menghabiskan hari jum'at di sini, sembari menyaksikan wajah-wajah yang tidak ia kenal pergi, lalu datang wajah yg lain.

Apakah hari ini wajah-wajah itu kembali ada, atau selamanya tak pernah ada?

Aku rindu masa kanak-kanakku. Aku rindu lukisanku.

2012

Sunday, March 4, 2012

Ole Oolang II

ole olang paraonah alajhereh

gelombang mulai pulas

laut segera surut, jauh membawa kelahiran

pada rumah tua yang kutandai

sebentar lagi kapalkapal akan berlarung

nahkoda dengan wajah asing membuat laut kami murung

kuseka gelombang yang membawa

prahuku ke arah utara

duh, riangnya menyaksikan rumah berderet dengan atap tua

ibu ibu mengemas cemas di beranda masingmasing

anakanak berlari dengan wajah ceria

bagai kumbang di musim bunga

haruskah kukabarkan pada mereka?

suami dan ayahnya pergi dengan kematiannya.

prahuprahu mereka pecah oleh tambang minyak

yang dibangun orang eropa

planangplanang lama diam dengan kedunguannya.

di surat kabar tersiar, 90% lakilaki setempat berminat

menjadi satpam, setelah survei amatir menanyainya.

prahuku terus melaju kemana angin membawa

membawa kabar dan ironi yang terpendam.

2012

Friday, February 24, 2012

AKU INGIN NUANSA UNGU DI HARI PERNIKAHAN

AKU INGIN NUANSA UNGU DI HARI PERNIKAHAN

Haruskah aku berhenti menginginkanmu, kekasihku.

bahkan Frissa, teman dekatnya, tidak tahu di mana ia berada. namun sedikit pun aku tak pernah berhenti untuk terus mencari keberadaannya. sekitar dua tahun lalu dia rsign dari sini, stelah itu dia tidk pernah memberi kabar keberadaannya atau pun kabarnya, kata Afrilia, teman sekantornya.

Pelan-pel...an aku bangkit dari tempat tidurku dan melangkah menuju jendela hotel wiyugra persada tempatku menginap. Meski suasana kota jakarta mulai gelap namun masih bisa kulihat dari lantai tiga hotel; jejeran gedung dan petak-petak banguna yg belum jadi. Jauh di sana terhampar luas lampu-lampu kota bagai kunang-kunang bertebaran di sawah ketika musim panen. Mungkinkah kau salahsatu penghuni bangunan berlampu itu, Starla? Rumah bernomor 82 tempat mimpi pertamaku datang dan kau menyambutku dengan leleh air mata kebahagiaan, ternyata sudah dihuni orang lain.

''aku ingin nuansa ungu di acara pernikahan kita nanti, lalu diselingi lagu-lagu romantis dan puisi-puisi,'' pintamu.

aku mengangguk seraya berucap :''setelah nanti aku sukses, aku akan datang kepadamu, dan kita bahagia sampai anak dan cucu kita tua.''

Kini aku punya semuanya. Aku pemilik empat restauran di surabaya, dan saat ini sedang merintis usaha lain termasuk dua sorum mobil di Bandung.

''ini demi kamu ,Starla.''

aku lirik jam dinding menunjukkan pukul =04:55, sebentar, teman, aku shalat subuh dulu, nanti aku ceritakan semuanya kepadamu.

Saturday, February 18, 2012

Pantai Mimpi II

apalagi yang hendak kularung malam ini

Pagi segera menjemputku

inikah pantai mimpi yang pernah kita namai?

Kapal-kapal berdiri gagah dengan Nahkoda

Berwajah asing. Di tepi pantai berderet

Para nelayan dari banyak usia

Jala-jala direntangkan. Merah mega

telah tenggelam sore tadi. Para nelayan

memerahkan mimpinya pada petromak dan perahu kecil.

Sejenak aku diam, mencari tempat di mana kusandarkan sekoci kecilku? tempat ini masih tertanam rapih dalam ingatanku. Tapi tempat ini sudah banyak berubah. dermaga mimpi ini dulu banyak terbuat dari bambu dan kayu, itupun hanya untuk menambatkan perahu-perahu kecil. bukan KM Pelni, KM Lauser, atau Seaborn Legen. Kapal pesiar asal Amerika Serikat ini.

''Hahhh... Aku benci manusia, mereka sangat brutal tapi sebenarnya lemah'', ingat betul kata-kata jin iprit seblum berhasil taklukkan di negri matahari.

Sesaat kularikan pandanganku ke arah utara di mana teronggok batu besar dan derap ombak yang menerpanya. Hanya inikah yang tersisa, setelah di sekeliling bercokol bangunan pencakar langit yang tak pernah kutahu itu milik siapa? Hmmm... di atas batu itulah dulu kami banyak menghabiskan waktu. Menerbangkan lagu-lagu dengan suara yang kami anggap merdu. Riak-riak ombak mengiringi dengan merdu. Sambil bersandar di dadaku ia menggelungkan lengannya di tubuhku. Starla ! Kaulah mimpi indahku... Angin laut makin dingin; tajam menusuk tulangku. Cendawan putih masih erat kugenggam. Darinya ada pancaran terang, mungkin efek dari sinar rembulan yang menerpanya. Siapakah anak kecil yang memberikan cendawan putih ini tadi? Ia pergi sebelum sempat kutanya siapa namanya.

Bersambung...

Friday, February 17, 2012

Pantai Mimpi

''matahariku'' adalah lagu yang sering ia nyanyikan di beberapa tempat saat kami bertemu dan, di stasiun tempat kami menunggu; menunggu mimpi_mimpi yang tertunda, atau sebuah dermaga yang belum usai kubuat. ''pergilah arungi samudra dengan skoci kecil ini, kembalilah jika kelak kau berhasil menaklukkan negri matahari''. pintanya berulangkali.

susah payah aku menaklukkan negri matahari. ternyata cinta bisa membuat manusia jadi gila. manusia bisa baik karena cinta. Juga sebaliknya, ia bisa berubah jahat sejahtnya karena mahluk yg namanya cinta. Duh ironi.

Aku babat negri matahari dengan peluh dan darahku. Tak kuhiraukan jin dan setan melahapku sekali pun, lagi-lagi karena cinta.

Malam ini malam purnama. bulan menyorongkan cahayanya seolah menembus laut pantai mimpi dan isinya. Yah, kami memang menamai pantai itu pantai mimpi.

di sudut dermaga, anak kecil menendangnendangkan kaki mungilnya yang terbenam satengah betisnya hingga membentuk sebuah bunyi-bunyian. Rupanya anak kecil itu menikmatinya bak musik klasik dijaman ayahku.

sekociku perlahan menghapiri dan berlabuh tepat di depannya. Oh, bocah ini begitu cantik. matanya coklat memancarkan kilau keindahan dari balik rekahnya. Ia tetep asik bermain air, seolah tak sedikit pun perduli dengan keberadaan sekeliling tak terkecuali dengan kedatanganku. Anak yang aneh! Kenapa malam-malam ia berada di tempat ini? Aduhai..., perempuan kecil ini mengingatkan aku pada seseorang. Ah siapa anak yang punya wajah indah bagai dewi langit ini?

Bersambung...

Tanpa Judul

datanglah wahai sunyi. bunuhlah malam ini

dengan nyanyian parau yang pernah kau tancapkan pada dada para pemujamu. Diam sejenak di sini,

temani aku menenggak jarum infus yang berebut menancapkan dirinya di tubuhku.

Saat ini, yah saat inilah kau akan melihatku terbaring beku menatap botol inpus dan beberapa orang berderet membusurkan matamata mereka ke arahku.

''aku ini kenapa?''

''istirahatla...h'', jawab lelaki berbaju serba putih.

kugerakkan bibirku yang masih rekat, melihat perempuan cantik berkrudung ungu melempar senyum dari arah pintu.

''kemarilah,sayang. Kenapa kau lambat datang? kenapa kau diam... Ku mohon jangan pergi lagi... Jangan pergi... Jangannn!!!''

''tenang, nak... istighfar...'', suara ibu terdengar sangat pelan. Ia menmpelkan telapak tangannya di kepalaku.

Sunyi, datanglah. Rebah di sini temani aku menerbangkan sayapsayap kepedihan.

RS Bandung. 12 Februari 12

Thursday, February 9, 2012

Nabi Paling Sepi

rindu adalah kengerian pada setiap awal dan ujung tidurku.
pesta menjadi igauan paling mengerikan, sebab tlah kau mulai pesta baru.
Kita pernah menamai waktu sebagai rumah impian yang tertinggal. Namun, semua itu bagai kubang kepedihan bagi anakanak tertinggal di medan perang kini. Duh, begitu jauh kusandra setiap luka demi tawamu? Meski kau tak mengerti.
Begitu sering kulari mengejar kesempatan untuk membuka jeruji yang kau anggap itu kutukan, meski tak pernah kau dengar.
Shaina! Perempuan kecil yang pernah kita namai. ia membawa cendawan kecil berwarna putih. Menembangkan kisahkisah dari sorga sembari melayarkan senyum paling indah. Ah ternyata itu hanya penggalan mimpi yang datang malam tadi. Shaina hanya peri kecil yang tak pernah lahir. Sebab rahim tempatnya tumbuh tlah kering, serupa danau tercuri kemarau beribu tahun.
Maafkan aku Shaina, ibumu tak bersalah, itu karena aku yang tak bisa menjadikannya ibu.
kisah apa ini sebenarnya? Ini bukan kisah laila majnun, yang tertulis pada lembarlembar sejarah. Tapi aku akan menulisnya, meski kutahu kau takkan membacanya.
Kisah apa ini sebenarnya? Akankah berupa wahyu yang bersabda :''belah laut dengan tongkatmu''. Tidak! Sebab aku bukan musa. Akankah ini isyarat :bahwa cinta sejati segera datang padaku? Tidak! Sebab aku bukan Majnun di masa Laila. Aku adalah nabi paling sepi, tanpa umat, tanpa siapasiapa.
Kisah apa ini sebenarnya? Aku tidak tahu; akankah namamu menjadi tokoh pada setiap tulisanku, atau ini akhir dari segalanya?

Monday, January 2, 2012

Desember yang Patah

Desember yang Patah


hujan turun pelanpelan,

Karam dan tenggelam

di tengah ramainya kota

Malam tadi, mimpi menulis banyak tentang kita

:kunangkunang ramai menusuk malam

menari di antara cahaya menyibak petang.

Starla

Waktu sperti tiada di keningmu

sekarat diantara detak jam yang terus berputar.

Aku ingin datang sebagai waktu

Mengantar kembali pada wajah kanakkanakmu.

Meski dengan kaki tak sempurna.

Tak pernah kutemui senyum paling indah,

Tak pernah kutahu arti luka,

Tak pernah kutahu arti cinta,

sampai ketemu kamu.

Starla

Kau slalu bertanya

Tentang desembar yang akan patah, waktu yang akan punah

Kita akan lahir dengan doadoa yang tertunda,

Kita akan hadir sebagai dua aurora paling indah, jawabku

Hari kedua melepas sobekan kisah begitu saja

Kita telan gelisah sekenanya

Dan membiarkan waktu merajutnya.