Hari mulai senja,
Anak tanpa ibu menyuling matahari ketika malam sebentar lagi mengunyah
Sesekali iya kibas-kibaskan sorban lusuh di punggungnya
Matanya jalang membidik langit sembari ayun-ayunkan awan di lengan kirinya
Sebelum akhirnya ia berkata,
”Tuhan, ajarkan aku menelan matahari tanpa setetes airmata ibu”.
Setelah gelap hendak melahap tubuhnya, ia tetap tegakkan kepala, mencari
Perutnya yang hilang ditelan tujuh bintang berjejer di keningnya.
Ia tetap tegak, karena tongkat Musa masih digenggamnya
“Hai para pendusta…! Lecutkan kembali pedang busukmu ke leherku
aku ingin tahu siapa yang terkapar esok pagi”, umpatnya.
Kembali ia melangkah, terus dan terus
Bandung 08 Juni 2010
Anak tanpa ibu menyuling matahari ketika malam sebentar lagi mengunyah
Sesekali iya kibas-kibaskan sorban lusuh di punggungnya
Matanya jalang membidik langit sembari ayun-ayunkan awan di lengan kirinya
Sebelum akhirnya ia berkata,
”Tuhan, ajarkan aku menelan matahari tanpa setetes airmata ibu”.
Setelah gelap hendak melahap tubuhnya, ia tetap tegakkan kepala, mencari
Perutnya yang hilang ditelan tujuh bintang berjejer di keningnya.
Ia tetap tegak, karena tongkat Musa masih digenggamnya
“Hai para pendusta…! Lecutkan kembali pedang busukmu ke leherku
aku ingin tahu siapa yang terkapar esok pagi”, umpatnya.
Kembali ia melangkah, terus dan terus
Bandung 08 Juni 2010
No comments:
Post a Comment