Sunday, September 27, 2015

PU-ISI


Inilah tanahku, puisi
Di tengah erangan jalan dan lampu-lampu kota
Debu-debu beterbangan
Menembus wajah kecil di persimpangan

Darah mengalir bagai erupsi
Jiwaku dingin menenggak kecemasan yang kau Tinggalkan, puisi

Tiada bara di mataku seperti yang kau sangsikan
Rel-rel kretamu jauh menusuk hutan-hutan
Gerbong-gerbong berbaris menakutkan
Kau dan aku melangkah lebih cepat dari tuhan

Tuhan membangunmu seperti kastil di Kepalaku,
Di mataku, di dadaku,
Bahkan di tulangku.

Musafir-musafir berlari berebut air
Ketika kata meregang dan terkubur

Kau tanpa luka.
Luka mengering di daun-daun
Katamu pusaka
Sungai tertawa mengenaskan di bibir samudera
Aku menjaring surga bertahun-tahun meski bersama kutukanmu.

Bahkan kau tak pernah mati, atau tiada
Karena cinta takkan membunuh apa-apa

Bandung, 20/02/14

No comments:

Post a Comment