Wednesday, August 25, 2010

Gejolak, Clurit Usang

Oleh: Rangga Umara



Di kota kecil aku tegak

saat matahari naik setombak

Mengepal gejolak

Jiwa yang kian berombak

Di balik dinding bambu

Terdengar syair teman kecil

Tentang perutnya yang letih

Sesekali meneriaki koruptor yang makin gigih

Merampas jatah kami

Aku picingkan mata

Melihat celurit usang

Menyembul di balik punggung

Ayah yang makin bungkuk ditekuk

Himpitan ekonomi

"Ayah, kupinjam clurit usangmu... biar kusayat

Leher jenjang pemain sumpah yang berdasi itu".

Ayah hanya menggeleng kecil sambil memberi rumput sapinya

Yang masih berjumlah dua biji

Jakarta, 14 Agustus2010

No comments:

Post a Comment