Oleh: Rangga Umara
Di kota kecil aku tegak
saat matahari naik setombak
Mengepal gejolak
Jiwa yang kian berombak
Di balik dinding bambu
Terdengar syair teman kecil
Tentang perutnya yang letih
Sesekali meneriaki koruptor yang makin gigih
Merampas jatah kami
Aku picingkan mata
Melihat celurit usang
Menyembul di balik punggung
Ayah yang makin bungkuk ditekuk
Himpitan ekonomi
"Ayah, kupinjam clurit usangmu... biar kusayat
Leher jenjang pemain sumpah yang berdasi itu".
Ayah hanya menggeleng kecil sambil memberi rumput sapinya
Yang masih berjumlah dua biji
Jakarta, 14 Agustus2010
No comments:
Post a Comment