Wednesday, October 21, 2009

Kertas Kelabu



Oleh: Rangga Umara


Hatiku meleleh bersama tatapan ombak dibatu karang, langit sore menjamah pulauku yang kini dinaungi awan merah, semerah hatiku yang masih menata detak jantungku.
Aku lelah oleh keadaan, keadaan yang membuatku hancur seperti butir-butir pasir dilautan ini.
Kupandangi kertas kertas kelabu itu, hatiku semakin hancur ingin rasanya kulempar kertas kelabu itu bersama dukaku ketengah lautan, biar basah, biar bermain dengan lumba-lumba, biar dukaku hilang.
Ciplakan air laut gemerisik bersamaan dengan gaung adzan Maghrib membuatku teringat kekasihku tahun lalu saat aku dan dia berdua duduk di batu karang ini menunggu senja mencapai petang hingga burung-burung camar kembali keperaduannya dilaut asin ini, mengingat kembali kisah-kisah kami berdua, dia mengajariku berpuisi, bernyanyi, tentang apa yang iya ketahui.
Oh, Kaziana… aku yakin kau juga masih merinduku.


Malam menutup senja gelap, suara-suara adzan mulai sunyi, tak satupun burung camar yang berterbangan dilangit. aku beranjak dari tempatku, kulihat seorang anak kecil melambai tangannya padaku. Ia adalah Clara adik kecilku yang baru berumur delapan tahun. Kurangkul bahunya sejenak, kemudian ia menatapku lekat, tatapnya syahdu
“Kak, tadi ada orang tua kak Ulfa kerumah, katanya mengenai perjodohan Kakak dengan kak Ulfa” kata Clara tersendat-sendat.
“Kak, kenapa sih kakak selalu menolak dijodhkan, kan enak jadi pengantin?” ucap Clara lugu. Aku hanya diam, kubelai rambutnya yang hitam nan panjang. Kembali ia menatapku, tatapannya semakin syahdu, hatiku meleleh ole tatapnya sehingga mengingatkan aku kembali pada tatapan Kaziana, orang yang sangat aku cintai.

Tuhan… tunjukkan aku kejalan lurusmu. Tuhan, haruskah kuterima semua ini.?
Kaziana, dimanakah engkau, aku selalu merindumu. Andai kau kembali disini seperti dulu bernyanyi sahdu diiringi riak ombak, bersama bisikan pasir…

Bersambung....
Boleh lanjut kan...?

No comments:

Post a Comment