Di tengah erangan jalan dan lampu-lampu kota
Debu-debu beterbangan
Menembus wajah kecil di persimpangan
Darah mengalir bagai erupsi
Jiwaku dingin menenggak kecemasan yang kau Tinggalkan, puisi
Tiada bara di mataku seperti yang kau sangsikan
Rel-rel kretamu jauh menusuk hutan-hutan
Gerbong-gerbong berbaris menakutkan
Kau dan aku melangkah lebih cepat dari tuhan
Tuhan membangunmu seperti kastil di Kepalaku,
Di mataku, di dadaku,
Bahkan di tulangku.
Musafir-musafir berlari berebut air
Ketika kata meregang dan terkubur
Kau tanpa luka.
Luka mengering di daun-daun
Katamu pusaka
Sungai tertawa mengenaskan di bibir samudera
Aku menjaring surga bertahun-tahun meski bersama kutukanmu.
Bahkan kau tak pernah mati, atau tiada
Karena cinta takkan membunuh apa-apa
Bandung, 20/02/14