Tuesday, March 23, 2010

Watu Gilang

Watu Gilang

jiwa-jiiwa tanggalkan Mata
di muka pintu yang patah
mengusung keranda lama, tempat
mimpi semalam dibaringkan

kaki-kaki terus diayunkan
tangan-tangan terus menggenggam
harapan yang, sebetulnya kosong

kini tiba upacara ritual malam
boneka dengan kelamin berbeda dibekukan
bersujud, melucuti enam Telunjuk
tergelung di dada, di depan perapian.

kelopak mata telah retak kerna debu
wajah tuhan, nyata di seonggok batu tanpa baju
sayupsayup suara angin terngiang dipenghujung malam:

mintalah pada tuhanmu yang kau cetak dari batu
tersenyumlah kini, kelak kau menangis dengan kerak yang kau cipta sendiri.



kota mungil 21-03-2010

Bahagialah Sayang...

[ucapan buat KAZIANA FAQIA]

Hari ini adalah hari bahagiamu
pun aku turut bahagia, walau sebenarnya
kabar bahagiamu merupa krikil pilu menyesaki dadaku.

Pekisahan ini tak pernah usai dalam sejarahku, mungkin juga sejarahmu. Ingin ku ceritakan cerita kecil padamu; cerita senja pertama, seusai ketika dulu kita putuskan untuk memutuskan suatu pilihan yang sebenarnya sangat tidak kita inginkan. Sejak senja itu, sampai saat ini, betapa sering ku temui wajahmu ada di wajah-wajah yang lain. Masihkah kau berkata: kau akan tetap bahagia walau tanpa aku?

Senja tadi adalah senja terakhir tentang kita, walau sebenarnya itu bukan akhir dari semua kenangan kita.

Di ujung senja ini kembali ku ucapkan: selamat bahagia dengan pilihanmu. Dan ucapmu via SMS tadi, takkan pernah jeda dalam ingatanku:

kebahagiaan ini adalah wujud lain dari deritaku. Senyum ini adalah kepura-puraan dari tangisku. Hanya adamu keberartian hidupku. Jangan kau sedih kerna ketidak berdayaanku! Karena aku hanya ingin tidur lelap dihatimu.

Sekarang, nama siapa yang lelap tidur dihatimu,
Namaku? atau namanya?

Semoga kau bahagia sayang...
Biarlah semua luka menjadi teman setia disetiap awal kelopak mata kubuka.

Kota mungil 13-03-2010

Tragedi Sambas

Tragedi Sambas

masih basah dalam ingatan:
lengking sangkakala purba
di malam betina

desis parang peluru nyanyian sumbang
di malam hari
jiwa-jiwa sudah lupa arti hidup
dan mati

berpuluh tahun berpeluh darah,
merenda luka, demi segaris tawa,
lenyap kerna para pemantik angkara

ada yang memilih mati demi hargadiri
ada yang tanggalkan kutang dan celana
demi setunggal nyawa

bocah bocah mencangkung di sisi tubuh ayah ibunya yang beku
tiada henti menggosok-gosokan punggung jemari pada sudut mata yang luka
"ayah... ibu... siapa besok yang siapkan makan pagiku? siapa besok yang betulkan letak kancing bajuku?''

ternyata sangkakala itu milik manusia purba:
melihat manusia lain tanpa kelamin dan usia.

Probolinggo 05 maret 2010

(Tragedi Sambas, versi ke 3)

Ayat Ganjil Terpahat di Gedung Batu

Ayat Ganjil Terpahat di Punggung Batu

Ku eja ayat ganjil terpahat di punggung batu
yang merajah enam gunung abadi
ku tadahi tujuh langit retak di sudut
mataku yang hujan
hanya ayat itu deras mengalir di sujudku

srigala hitam berlarian di satusatu bulu mata,
melantun kidungkidung sihir dengan lolong panjang,
mengintai tumbal untuk persembahan
di hari penghitungan

entah jiwa siapa yang mati?

yang lena, maka dia yang tidur
yang tidur, dialah yang mati

dengan nama-Mu, yang ku hitung di tiap ruas jari
tunjukkan aku ke Jalan lurus-Mu.

Bandung 06-02-2010

Ingin Mati di Jantungmu

Ingin Mati di Jantungmu


: Aulia Ramadhani

ku punguti embun jelaga di rahim matamu
agar rijang di dadamu kembali repih
regutlah sajang abadi ini, agar mabuk dan
berdansa-dansa lagi
mari, mari kita suguh tungku sunyi, memasak
mimpi-mimpi yang tercecer di tubir nasib

: aku hanya ingin mati di jantungmu.


Bandung 31 Januari 2010